Dari Cobaan Menuju Capaian (Motivasi Super ala Buya Hamka)

"Apa yg mendorong semangat Ayah hingga sampai pada capaian (ulama dan sastrawan yg dikenal) seperti sekarang?"tanya anaknya saat usia Buya sudah beranjak senja.
Setelah terdiam, Buya Hamka bercerita.
"Dari kecil Ayah banyak mendapat cobaan.
Pertama, perceraian orang tua saat Ayah masih membutuhkan kasih sayang."
Saat usia 12 th kedua ortu Buya bercerai. Ayahnya, doktor Karim Amrullah menikah lagi demikian pula dg ibunya, Shaffiah yg menikah pula dg saudagar dari Deli. Perceraian membuat Buya kehilangan pegangan, sekolahnya terbengkalai namun di hatinya telah tumbuh menjadi manusia berguna. Ia melarikan sedihnya dengan banyak MEMBACA. Di usia 13 th-an ia sudah membaca pemikiran2 tokoh pergerakan; Djamaludin Al Afghani, Muh. Abduh, HOS Cokroaminito, KH Mas Mansyur dll. Dari situ timbul keinginannya merantau ke Jawa. Ia nekat merantau tanpa sepengetahuan orangtua lewat jalan darat namun terhenti di Bengkulu di rumah famili.
"Cobaan kedua, Ayah yang tadinya dipandang laki2 rupawan tiba2 terserang penyakit cacar. Tubuh Ayah dipenuhi bekas luka cacar dan rambut jadi setengah gundul. Kalau seandainya tak tahan, Ayah bisa lari dari Padang Panjang dan menjadi pengemis."
Selama 3 bln Buya dirawat dan akhirnya dikembalikan oleh familinya ke Padang Panjang, tidak jadi alias gagal merantau ke Jawa. Ia makin sedih karena sering jadi bahan olokan akibat kulit bopeng. Akhirnya selain membaca, ia pun mulai menekuni tulisan alias buku catatan.
Pada usia 15 th, Buya diijinkan merantau ke Yogya hingga masuk mjd anggota Serikat Islam-nya HOS Cokroaminoto.
"Cobaan ketiga, Banyak anak2 kelompok kelas atas sering melecehkan anak sekolah desa dan sekolah agama"
Buya Hamka adalah sulung dari 4 bersaudara. Ia digadang ayahnya jadi seorang ulama. Selain masuk Sekolah Desa ia pun disekolahkan ke Sekolah Diniyah (pendidikan agama). Meski keduanya tak sampai tamat. Saat itu di Padang Panjang ada 3 strata sekolah. Yakni Sekolah Desa, Sekolah Gubernemen dan ELS ( sekolah eropa).
Anak2 sekolah desa dianggap rendah oleh 2 sekolah lainnya yg berasal dari kalangan pegawai dan anak2 keturunan Belanda.
"Cobaan keempat, Ayah sering diejek karena kemampuan bahasa Arab yg dimiliki tidak bagus dan banyak salah"
Sepulang dari Jawa di usia kurang dari 17 th, Buya sdh diajak ayahnya untuk keliling memberi tausiyah di Padang Panjang. Ia mulai bisa berpidato berbekal ilmu yg didapat saat merantau ke Jawa, namun terkadang banyak mendapat celaan karena dianggap tidak kenal tata bahasa arab dan belum mengerti ilmu nahwu dan sharaf. Buya Hamka terlecut untuk menjadi seorang alim (berilmu).
"Cobaan kelima, Ayah ditolak jadi guru di Sekolah Muhammadiyah karena tidak punya diploma (ijazah) sebagai tanda tamat belajar."
Saat didirikan Sekolah Muhammadiyah di Padang Panjang, Buya melamar jadi guru namun gagal karena tak ada ijazah, peristiwa ini membekaskan kecewa apalagi di belakang ia sering dicibir ttg penggunaan bahasa arabnya yg minim. Buya merasa terkucilkan lalu terpikirkan utk mengembara.
Maka Buya memantapkan merantau ke Mekkah utk belajar ilmu agama pada usia belumlah 18 th. Ia ke Mekkah dg kapal laut milik Belanda tanpa sepengetahuan orang tua.
Lebih dari 7 bulan Buya bermukim di Mekkah dan membiasakan diri berbahasa Arab. Utk memenuhi biaya hidup ia bekerja di percetakan. Di sela2 bekerja ia memanfaatkan istirahatnya dg membaca beragam buku agama spt tauhid, filsafat, tasawuf, sirah dll. Ketika bertemu H. Agus Salim, tokoh Islam Indonesia yg dihormatinya akhirnya Buya memutuskan pulang ke tanah air atas nasihatnya.
Sejak pulang dari Mekkah dan menyandang gelar haji, Buya Hamka mulai menekuni dunia ulama dan sastra melalui kegiatan dakwah dan kepenulisan terutama menulis buku. Ia memilih hidup di jalan dakwah dan sastra. Sejak itu masyarakat mulai mengenalnya dengan nama pena Buya Hamka.
Sebenarnya ada satu cobaan lagi yg cukup terkenal dan mjd berita yakni Buya Hamka pernah dipenjarakan oleh pemerintahan presiden Soekarno tahun 1964-1966 karena tuduhan fitnah perencanaan pembunuhan presiden. Buku2 karangan Buya juga dilarang beredar. Buya bebas setelah pergantian rezim di tangan Soeharto. Namun Buya tidaklah mendendam bahkan memaafkan perlakuan Soekarno dg mau menjadi imam shalat jenazahnya di th 1970.
"Dua tahun empat bulan saya ditahan merupakan anugerah tiada terhingga dari Allah kepada saya karena saya dpt menyelesaikan Kitab Tafsir Al Quran 30 juz. Bila bukan dlm tahanan tak mungkin ada waktu saya utk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan itu." Ujar Buya Hamka.
Ya, kitab Tafsir Al Azhar adalah capaian monumental (magnum opus alias masterpiece) dari seorang Buya Hamka. Mirip kisah ulama Mesir Sayyid Qutb yg berhasil menyusun tafsir Fii Zhilalil Quran juga di penjara di tahun yg hampir sama.
Sayang sy belum memilikinya tafsir al Azhar 9 jilid itu..😊😊 mudah2n nanti bisa beli. Doakan ya...😁

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan Ingin Minta Apa di Surga?

Cara Ngetes Sifat Rendah Hati

Honoris Causa dari Al Azhar